Perhitungan Waktu Sholat

Umat ​​​​Muslim seharusnya melakukan shalat lima waktu sehari. Setiap shalat diberikan waktu tertentu yang ditentukan untuk melaksanakannya. Dokumen ini menjelaskan secara singkat waktu-waktu ini, dan menjelaskan bagaimana waktu-waktu tersebut dapat dihitung secara matematis.

Definisi

Untuk menentukan jangka waktu yang tepat untuk setiap shalat (dan juga puasa), kita perlu menentukan sembilan titik waktu per hari. Waktu-waktu ini ditentukan dalam tabel berikut:

Waktu Definisi
Subuh Saat langit mulai terang (fajar).
Matahari terbit Waktu saat bagian pertama Matahari muncul di atas cakrawala.
Dhuhur Saat Matahari mulai terbenam setelah mencapai titik tertinggi di langit.
Asar Waktu ketika panjang bayangan suatu benda mencapai faktor (biasanya 1 atau 2) dari panjang benda itu sendiri ditambah panjang bayangan benda tersebut pada siang hari.
Matahari terbenam Waktu saat Matahari menghilang di bawah cakrawala.
Maghrib Segera setelah matahari terbenam.
Isya Saat dimana kegelapan turun dan tidak ada cahaya yang tersebar di langit.
Tengah malam Waktu rata-rata dari matahari terbenam hingga matahari terbit (atau dari matahari terbenam hingga Fajar, menurut beberapa aliran pemikiran).

Bagian selanjutnya memberikan informasi tentang cara menghitung waktu di atas secara matematis untuk suatu lokasi jika koordinat lokasinya diketahui.

Tindakan Astronomi

Ada dua ukuran astronomi yang penting untuk menghitung waktu sholat. Kedua ukuran tersebut adalah persamaan waktu dan deklinasi Matahari.

Persamaan waktu adalah perbedaan antara waktu yang dibaca dari jam matahari dan jam. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan Matahari yang tampak tidak teratur yang disebabkan oleh kombinasi kemiringan sumbu rotasi bumi dan eksentrisitas orbitnya. Jam matahari bisa mendahului (cepat) sebanyak 16 menit 33 detik (sekitar tanggal 3 November) atau tertinggal sebanyak 14 menit 6 detik (sekitar tanggal 12 Februari), seperti terlihat pada grafik berikut:

Persamaan waktu
Persamaan waktu
Persamaan Waktu ( Ref )

Deklinasi Matahari adalah sudut antara sinar matahari dengan bidang ekuator bumi. Deklinasi Matahari berubah terus menerus sepanjang tahun. Hal ini merupakan akibat dari kemiringan bumi, yaitu perbedaan sumbu rotasi dan sumbu revolusinya.

Deklinasi Matahari
Deklinasi Matahari
Deklinasi Matahari

Dua ukuran astronomi di atas dapat diperoleh secara akurat dari The Star Almanac, atau dapat dihitung secara perkiraan. Algoritme berikut dari US Naval Observatory menghitung koordinat sudut Matahari dengan akurasi sekitar 1 menit busur dalam dua abad pada tahun 2000.

  
   d = jd - 2451545.0; // jd adalah tanggal Julian yang diberikan

   g = 357,529 + 0,98560028*d;
   q = 280,459 + 0,98564736*d;
   L = q + 1,915* sin(g) + 0,020* sin(2*g);

   R = 1,00014 - 0,01671* cos(g) - 0,00014* cos(2*g);
   e = 23,439 - 0,00000036*d;
   RA = arctan2(cos(e)* sin(L), cos(L))/ 15;

   D = arcsin(dosa(e)* sin(L)); // deklinasi Matahari
   Persamaan = q/15 - RA; // persamaan waktu

Menghitung Waktu Sholat

Untuk menghitung waktu sholat di suatu lokasi, kita perlu mengetahui garis lintang (L) dan garis bujur (Lng) lokasi tersebut, serta Zona Waktu setempat untuk lokasi tersebut. Kita juga memperoleh persamaan waktu (EqT) dan deklinasi Matahari (D) untuk tanggal tertentu menggunakan algoritma yang disebutkan di bagian sebelumnya.

Dhuhur

Dhuhur dapat dihitung dengan mudah menggunakan rumus berikut:

Dhuhur = 12 + Zona Waktu – Lng/15 – Persamaan.

Rumus di atas memang menghitung waktu tengah hari, saat Matahari mencapai titik tertinggi di langit. Biasanya selisih sedikit dianggap untuk Dhuhur sebagaimana dijelaskan dalam catatan ini .

Matahari terbit Matahari terbenam

Selisih waktu antara tengah hari dan waktu matahari mencapai sudut α di bawah ufuk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Rumus Senja
Rumus Senja

Matahari terbit dan terbenam secara astronomis terjadi pada α=0. Namun, karena pembiasan cahaya oleh atmosfer bumi, matahari terbit yang sebenarnya muncul sedikit sebelum matahari terbit secara astronomis dan matahari terbenam yang sebenarnya terjadi setelah matahari terbenam secara astronomis. Matahari terbit dan terbenam yang sebenarnya dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

Matahari terbit = Dhuhur – T(0.833),
Matahari terbenam = Dhuhur + T(0.833).

Jika lokasi pengamat lebih tinggi dari daerah sekitarnya, kita dapat mempertimbangkan ketinggian ini dengan meningkatkan konstanta di atas sebesar 0,833 sebesar 0,0347 × sqrt(h), dengan h adalah tinggi pengamat dalam meter.

Subuh dan Isya

Ada perbedaan pendapat mengenai sudut mana yang digunakan untuk menghitung Subuh dan Isya. Tabel berikut menunjukkan beberapa konvensi yang saat ini digunakan di berbagai negara (informasi lebih lanjut tersedia di halaman ini ).

Konvensi Sudut Subuh Sudut Isya
Liga Dunia Muslim 18 17
Masyarakat Islam Amerika Utara (ISNA) 15 15
Otoritas Umum Survei Mesir 19.5 17.5
Universitas Umm al-Qura, Makkah 18.5 90 menit setelah Maghrib
120 menit selama Ramadhan
Universitas Ilmu Islam, Karachi 18 18
Institut Geofisika, Universitas Teheran 17.7 14*
Shia Ithna Ashari, Lembaga Penelitian Leva, Qum 16 14

* Sudut Isya tidak didefinisikan secara eksplisit dalam metode Teheran.

Misalnya menurut konvensi Liga Muslim Dunia, Fajar = Dhuhur – T(18) dan Isya = Dhuhur + T(17).

Asar

Ada dua pendapat pokok mengenai cara menghitung waktu Ashar. Mayoritas mazhab (termasuk Syafi’i, Maliki, Ja’fari, dan Hanbali) mengatakan bahwa itu adalah waktu yang panjang bayangan suatu benda sama dengan panjang benda itu sendiri ditambah panjang bayangan benda itu pada siang hari. Pendapat dominan mazhab Hanafi mengatakan bahwa Asar dimulai ketika panjang bayangan suatu benda sama dengan dua kali panjang benda tersebut ditambah panjang bayangan benda tersebut pada siang hari.

Rumus berikut menghitung selisih waktu antara tengah hari dan waktu bayangan benda sama dengan t kali panjang benda itu sendiri ditambah panjang bayangan benda pada siang hari:

Rumus Asar
Rumus Asar

Jadi, pada empat mazhab pertama, Asar = Dhuhur + A(1), dan dalam mazhab Hanafi, Ashar = Dhuhur + A(2).

Maghrib

Dalam pandangan Sunni, waktu salat Maghrib dimulai setelah Matahari benar-benar terbenam di bawah ufuk, yaitu Maghrib = Matahari Terbenam (beberapa kalkulator menyarankan 1 hingga 3 menit setelah Matahari Terbenam untuk berjaga-jaga). Namun dalam pandangan Syiah, pendapat yang dominan adalah selama kemerahan di langit timur yang muncul setelah matahari terbenam belum lewat di atas kepala, maka shalat Maghrib tidak boleh dilakukan. Biasanya diperhitungkan dengan asumsi sudut senja seperti Maghrib = Dhuhur + T(4).

Tengah malam

Tengah malam umumnya dihitung sebagai waktu rata-rata dari Matahari Terbenam hingga Matahari Terbit, yaitu Tengah Malam = 1/2(Matahari Terbit – Matahari Terbenam). Dalam pandangan Syiah, secara yuridis tengah malam (waktu berakhirnya salat Isya) adalah waktu rata-rata dari Matahari Terbenam hingga Fajar, yaitu Tengah Malam = 1/2 (Subuh – Matahari Terbenam).

Lintang Tinggi

Di lokasi dengan garis lintang yang lebih tinggi, senja dapat berlangsung sepanjang malam selama beberapa bulan dalam setahun. Pada periode-periode yang tidak normal tersebut, penentuan waktu Subuh dan Isya tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang biasa disebutkan pada bagian sebelumnya. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa solusi telah diusulkan, tiga di antaranya dijelaskan di bawah ini.

Tengah malam
Dalam metode ini, periode matahari terbenam hingga matahari terbit dibagi menjadi dua bagian. Paruh pertama dianggap sebagai “malam” dan separuh lainnya sebagai “siang hari”. Subuh dan Isya dalam metode ini diasumsikan terjadi pada tengah malam pada waktu-waktu yang tidak normal.
Sepertujuh Malam
Dalam metode ini, periode antara matahari terbenam dan matahari terbit dibagi menjadi tujuh bagian. Isya dimulai setelah sepertujuh bagian pertama, dan Subuh dimulai pada awal bagian ketujuh.
Metode Berbasis Sudut
Ini adalah solusi perantara, yang digunakan oleh beberapa kalkulator waktu sholat terkini. Misalkan α adalah sudut senja untuk Isya, dan misalkan t = α/60. Periode antara matahari terbenam dan matahari terbit dibagi menjadi t bagian. Isya dimulai setelah bagian pertama. Misalnya, jika sudut senja Isya adalah 15, maka Isya dimulai pada akhir kuarter pertama (15/60) malam. Waktu Subuh dihitung dengan cara yang sama.

Jika Maghrib tidak sama dengan Matahari Terbenam, kita dapat menerapkan aturan di atas pada Maghrib juga untuk memastikan bahwa Maghrib selalu jatuh di antara Matahari Terbenam dan Isya pada waktu-waktu yang tidak normal.

Penerapan

Rumus yang dijelaskan di atas diimplementasikan secara lengkap dan dapat diperoleh dalam berbagai bahasa pemrograman dari halaman ini .

Referensi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *